Sabtu, 24 Juli 2021
Memitigasi Dampak Pandemi
Merebaknya wabah covid-19 memberi imbas negatif terhadap perekonomian
Sulawesi Selatan. Ini sesuatu yang tak terhindarkan. Memitigasi ancaman wabah
bagi perekonomian menjadi penting guna meminimalkan dampak buruk yang
ditimbulkan. Tentu saja upaya ini tidak mudah, mengingat wabah covid-19 – yang
merupakan variabel non ekonomi – telah memberi implikasi yang luas bagi
perekonomian, dan sebagian diantaranya sulit ditebak. Kebijakan ekonomi seringkali
tidak cukup predictable untuk mengantisipasi masalah semacam ini. Contoh
yang paling gampang diamati adalah stimulus kebijakan pemerintah di sektor
pariwisata yang sama sekali tidak ada hasilnya. Insentif apapun yang diberikan
kepada penerbangan dan hotel tidak akan ada gunanya jika semua orang tidak
ingin bepergian karena ancaman wabah.
Sejauh yang bisa diamati, terdapat beberapa sektor ekonomi yang diidentifikasi ikut terpukul akibat wabah
covid-19 diantaranya sektor transportasi, terutama transportasi udara. Ancaman
wabah memaksa orang untuk mengurangi mobilitas. Kegiatan pariwisata pun ikut
ambyar. Kebijakan stay at home (berdiam diri di rumah), termasuk work
from home (bekerja dari rumah) dan learn from home (belajar dari rumah) telah memangkas secara signifikan
nilai tambah di sektor transportasi.
Pukulan terhadap sektor transportasi memberi efek lanjutan bagi sektor penyediaan
akomodasi dan makan minum, terutama hotel dan restoran. Tingkat okupansi hotel
jeblok dan memaksa sejumlah hotel untuk menutup sementara kegiatan
operasionalnya. Kebijakan social distancing (menjaga jarak sosial) memaksa
kegiatan seminar, pelatihan, pameran, konvensi, resepsi, dan pementasan
benar-benar terhenti. Padahal pendapatan terbesar hotel selama ini bersumber
dari kegiatan semacam ini. Kebijakan stay at home dan social
distancing juga telah memukul restoran, rumah makan, kafe, warkop, dll.
Selanjunya sektor industri pengolahan juga terkena dampaknya akibat penurunan
skala produksi yang dipicu oleh penurunan permintaan. Sedangkan sektor
perdagangan besar dan eceran menerima dampak negatif dari wabah covid 19 akibat
terganggunya rantai pasokan dan distribusi, baik secara domestik maupun secara
global. Beberapa komoditas mengalami kelangkaan pasokan, dan pada saat yang
sama, ekspor mengalami penurunan signifikan akibat melesunya permintan global.
Padahal kedua sektor ini merupakan sumber pertumbuhan utama bagi perekonomian
Sulawesi Selatan selama ini.
Itu sebabnya, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan pada triwulan pertama
2020 diperkirakan akan jatuh 1-2 persen di bawah level triwulan yang sama tahun
sebelumnya. Dan jika wabah ini terus meluas hingga Lebaran Idul Fitri, maka perekonomian
Sulawesi Selatan diperkirakan akan mengalami perlambatan lebih dalam hingga 3-4
persen pada triwulan kedua 2020 (y-on-y). Harapannya, sektor informasi
dan komunikasi, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, dan sektor
konstruksi dapat menjaga pertumbuhan ekonomi untuk tidak turun lebih dalam.
Sektor informasi dan komunikasi merupakan sektor yang paling mendapatkan
manfaat dari situasi ini. Tetapi sektor ini sangat padat modal, sehingga efek
multiplier yang ditimbulkannya relatif kecil.
Oleh karena itu, untuk mencegah ekonomi tidak semakin terpukul,
pemerintah daerah perlu menyiapkan sejumlah kebijakan antisipatif. Di sisi
produksi, pemerintah perlu memastikan agar dunia usaha dan industri kecil
menengah tetap bergerak. Pemerintah pusat telah menyediakan stimulus fiskal
berupa kebijakan relaksasi di bidang perpajakan dan di bidang perkreditan. Bank
Indonesia juga sudah menurunkan suku bunga acuan untuk menstimulasi
perekonomian. Pemerintah daerah dapat memperkuat kebijakan tersebut melalui penyediaan
berbagai kemudahan berusaha dan pemberian stimulus ekonomi (keringanan pajak
dan biaya perijinan, pemberian bantuan, dll.).
Selain itu, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang merupakan
salah satu penopang ekonomi Sulawesi Selatan, perlu dipastikan tetap bertumbuh.
Sektor ini diharapkan menjadi penopang utama bagi perekonomian Sulawesi Selatan
di tengah merebaknya wabah. Untuk maksud tersebut, pemerintah daerah cukup
memastikan ketersediaan sarana dan prasarana produksi bagi petani, ketersediaan
pakan bagi peternak, ketersediaan pasokan bahan bakar bagi nelayan tangkap, dan
ketersedian bibit dan pakan bagi nelayan budidaya. Ini penting mengingat rantai
pasokan bahan pendukung produksi tersebut saat ini mulai menunjukkan gejala bermasalah,
bukan hanya semakin langka tetapi juga harganya kian tidak stabil.
Di sisi konsumsi (pengeluaran), tekanan muncul pada konsumsi masyarakat. Konsumen
yang tetap harus berada di rumah tampaknya cukup potensial menekan aktivitas konsumsi.
Meskipun konsumen tetap bisa melakukan aktivitas konsumsi melalui belanja online,
tetapi secara umum, konsumsi masyarakat melemah. Salah satunya disebabkan oleh
penurunan daya beli masyarakat akibat sebagian masyarakat kehilangan pendapatan
sebagai dampak dari kebijakan stay at home dan melesunya perekonomian
daerah.
Oleh karena itu, pemerintah Sulawesi Selatan perlu tetap menjaga dan
mempertahankan daya beli masyarakat. Caranya, pemerintah daerah harus terus
memantau dinamika harga, terutama harga bahan makanan, dan melakukan intervensi
yang diperlukan. Juga perlu terus memantau ketersediaan pasokan barang,
termasuk distribusinya di berbagai daerah. Fakta terakhir menunjukkan bahwa
telah terjadi disparitas harga yang cukup tajam antar daerah pada komoditas
yang sama. Selain itu, pemerintah daerah
juga perlu memastikan bahwa para pekerja tetap memperoleh gaji penuh meskipun
mereka bekerja dari rumah (work from home) dan para pengusaha tetap membayar
gaji karyawan sesuai dengan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) yang telah
ditetapkan.
Menyertai upaya itu, pemerintah daerah perlu segera menyiapkan jaring
pengaman sosial bagi kelompok masyarakat yang rentan mendapatkan imbas dari
wabah covid-19. Untuk maksud ini, perlu segera diidentifikasi: (i) kelompok
penduduk yang kehilangan pendapatan akibat wabah (kebijakan lockdown),
seperti pedagang pasar, pedagang asongan, sopir angkutan, tukang ojek, pekerja
kasar, buruh, dll.; (ii) kelompok penduduk yang kehilangan pekerjaan karena tempat
mereka bekerja mengalami penutupan, misalnya pegawai hotel, restoran dan rumah
makan, catering, warkop, dll. (iii) kelompok penduduk yang kehilangan kepala
rumah tangga sebagai pencari nafkah utama akibat terpapar covid-19; dan (iv) kelompok
penduduk yang selama ini terdaftar sebagai penduduk miskin. Mereka inilah yang
seharusnya memperoleh transfer payment dari pemerintah daerah, bukan
hanya untuk menjaga dan mempertahakan daya beli mereka, tetapi juga untuk
mencegah terjadinya bencana kemanusiaan (baca: kelaparan). Tantangan
terbesarnya ada pada penyediaan data yang valid dan akurat.
Memitigasi dampak wabah covid 19 dari sisi ekonomi menjadi niscaya, agar
situasi ini tidak berkembang menjadi social unrest dan menciptakan
gangguan keamanan. Itu saja.
Makassar, 31 Maret 2020
0 comments:
Posting Komentar