Senin, 27 Desember 2021
MENATAP EKONOMI 2022
Catatan Akhir Tahun:
MENATAP EKONOMI 2022
AGUSSALIM
Dosen FEB-UNHAS dan Tenaga Ahli TGUPP Sulsel
Di penghujung tahun ini, sebuah pertanyaan penting, menarik untuk diajukan: apakah tren perbaikan ekonomi di tahun 2021 akan terus berlanjut di tahun 2022?
Sejauh ini, sejumlah lembaga, baik nasional maupun internasional, telah memprediksi bahwa kondisi perekonomian Indonesia di tahun 2022 akan lebih baik dibandingkan dengan kondisi dua tahun terakhir. Laporan Bank Dunia Indonesia Economic Prospects (IEP) dengan judul A Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy yang dirilis di akhir tahun ini (Desember 2021), menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia diperkirakan akan tumbuh 3,7 persen pada tahun 2021, dan diharapkan akan meningkat menjadi 5,2 persen pada tahun 2022. Tentu saja, dengan beberapa asumsi, antara lain, Indonesia tidak kembali mengalami gangguan Covid-19 yang parah, sebagian besar provinsi telah mencapai 70 persen cakupan vaksinasi pada tahun 2022, dan berbagai kebijakan moneter maupun keuangan tetap akomodatif. Bank Dunia juga tak menampik adanya risiko maupun ketidakpastian yang masih sangat tinggi, termasuk kemungkinan adanya penyebaran varian-varian Covid-19 baru yang parah, yang berpotensi mengkontraksi perekonomian.
Optimisme serupa juga diungkapkan oleh International Monetary Fund (IMF). Dalam laporan World Economic Outlook: Recovering During a Pandemic edisi Oktober 2021, IMF memproyeksikan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 3,2 persen pada tahun ini (sedikit lebih rendah dari proyeksi sebelumnya di Juli 2021 sebesar 3,9 persen) dan diprediksi meningkat menjadi 5,9 persen pada tahun 2022, relatif lebih tinggi dari proyeksi Bank Dunia. Optimisme IMF ini didasarkan pada reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan yang moderat, beberapa realisasi pengeluaran yang mendukung pemulihan ekonomi, peningkatan belanja modal secara bertahap dalam jangka menengah sejalan dengan ruang fiskal, dan tingkat inflasi dalam kisaran target bank sentral dalam jangka menengah.
Seperti halnya prediksi berbagai lembaga internasional, lembaga di dalam negeri tampaknya juga memiliki pandangan yang sama. Bank Indonesia misalnya, memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh dikisaran 4,7% - 5,5% pada tahun 2022, atau lebih tinggi dari perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun ini dikisaran 3,4% - 4,0%. Dalam catatan Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan ekonomi global yang terus berlanjut, yang kemudian berdampak pada kinerja ekspor yang kuat, serta meningkatnya permintaan domestik dari kenaikan konsumsi dan investasi. Optimisme juga didukung oleh meningkatnya dana pihak ketiga dan kredit bagi sektor swasta, meski masih berada di bawah tingkat sebelum terjadinya krisis. Permintaan rumah tangga terkait kredit juga tetap stabil. Ekonomi-keuangan digital (e-commerce) juga meningkat pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut di tahun depan.
Semua optimisme tersebut bisa dipahami terutama jika mengamati kecenderungan ekonomi Nasional. Setelah mengalami kontraksi di tahun 2020 akibat Pandemi Covid-19, pelan-pelan perekonomian menunjukkan koreksi positif di tahun 2021. Sejak kuartal kedua tahun 2021, perekonomian telah tumbuh positif yang mengindikasikan telah terjadinya proses pemulihan ekonomi. Meskipun belum sepenuhnya stabil akibat “gangguan Covid-19” – terutama adanya penerapan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang sangat potensial memperlambat gerak ekonomi – namun setidaknya kondisi perekonomian terus menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan. Dalam tiga kuartal terakhir, perekonomian telah tumbuh positif, sehingga bisa dipastikan sepanjang tahun 2021 ekonomi akan tumbuh di atas 3 persen (y-on-y).
Untuk memastikan perekonomian terus bergerak naik dan tumbuh sesuai dengan proyeksi, maka pemerintah harus terus berupaya untuk mengendalikan pandemi Covid-19 dengan melanjutkan percepatan vaksinasi dan meningkatkan kapasitas pengujian, penelusuran, dan perawatan. Bagaimanapun, pengendalian pandemi merupakan kunci bagi pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah perlu terus melakukan perbaikan dan penyesuaian strategi penanganan pandemi agar lebih efektif di dalam mengendalikan penularan, terus mengakselerasi vaksinasi seluas-luasnya, mendorong penerapan protokol kesehatan, memperkuat sistem kesehatan nasional, dan mempromosikan kebiasaan hidup baru (new normal).
Untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi, pemerintah juga perlu terus melanjutkan berbagai kebijakan moneter dan keuangan yang akomodatif. Bank Indonesia perlu terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan, baik dari sisi moneter, makroprudensial dan sistem pembayaran, untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut. Bank Indonesia perlu mempertahankan atau menurunkan suku bunga acuan dan menjaga likuiditas yang longgar untuk mendorong suku bunga kredit perbankan lebih rendah sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian. Ini sejalan dengan upaya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan karena ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah prakiraan inflasi yang rendah dan upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Untuk mengantisipasi dampak eksternal, pemerintah juga perlu meningkatkan kemampuan mengelola dampak kondisi keuangan global yang semakin ketat akibat meningkatnya volatilitas pasar keuangan. Kekhawatiran yang paling menonjol adalah kebuntuan yang sedang berlangsung atas plafon utang (debt ceiling) Amerika Serikat. Kegagalan untuk memenuhi pengeluaran dan kewajiban pembayaran utang dapat memiliki implikasi serius bagi pasar keuangan. Demikian pula, gagal bayar atau restrukturisasi utang perusahaan berskala besar, misalnya di sektor properti China, dapat bergema secara luas. Laporan Stabilitas Keuangan Global edisi Oktober 2021 juga menyoroti tantangan lain terhadap kebijakan moneter dari meningkatnya pengambilan risiko di pasar keuangan dan meningkatnya kerentanan di sektor lembaga keuangan nonbank.
Sedangkan di sisi fiskal, penguatan reformasi fiskal harus terus dilakukan, salah satunya dengan menambah ruang fiskal melalui peningkatan penghasilan dari pajak dan memperbaiki penargetan dan prioritas dukungan fiskal. Penambahan ruang fiskal diperlukan untuk mendukung perluasan program bantuan sosial, sejalandengan hasil simulasi Bank Dunia yang memperlihatkan bahwa perluasan program bantuan sosial pemerintah yang dijalankan pada masa Pandemi Covid-19 memiliki potensi untuk memitigasi risiko meningkatnya angka kemiskinan. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, penting menerapkan kebijakan fiskal yang lebih fleksibel terutama menyangkut prioritisasi belanja dan pelaksanaan anggaran. Respon fiskal perlu lebih adaptif terhadap dinamika perubahan yang terjadi akibat pandemi Covid-19, terutama untuk menyelamatkan rakyat dari ancaman kesehatan dan memberikan dukungan kepada masyarakat miskin dan rentan.
Untuk melengkapi berbagai upaya di atas, pemerintah harus terus meningkatkan reformasi struktural melalui berbagai tindakan untuk mendorong pertumbuhan yang inklusif dan hijau, sesuai dengan kecenderungan dan tuntutan global. Beberapa prioritas kebijakan, diantaranya memperbaiki lingkungan bisnis (business environment) terutama terkait dengan masalah ketenagakerjaan dan hambatan perdagangan, pendalaman dan stabilitas sektor keuangan (terutama kerangka hukum tentang inovasi keuangan dan pengawasan sektor keuangan yang lebih efektif), membantu kalangan muda mendapatkan pekerjaan lewat pelatihan dan program pasar kerja aktif, memperluas cakupan bantuan sosial dan jaminan sosial (seperti asuransi pengangguran bagi wiraswasta dan pekerja informal), memperbaiki proses pembelajaran daring yang efektif akibat penutupan sekolah, mendorong pengembangan ekonomi digital (terutama meningkatkan akses internet bagi pelaku usaha dan memperluas e-government), memberi ruang bagi investasi swasta pada sektor energi terbarukan, dan terus mendorong upaya penurunan emisi karbon dan aktivitas pembangunan yang lebih ramah lingkungan.
Makassar, 27 Desember 2021
0 comments:
Posting Komentar