Senin, 12 Februari 2024
MELAMBATNYA PERTUMBUHAN EKONOMI: ALARM BAHAYA BAGI EKONOMI SULSEL???
Agussalim
Situasi Terkini
Dua hari lalu, tepatnya 5 Februari 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) merilis data pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2023. Menurut hasil perhitungan BPS, ekonomi Sulsel hanya tumbuh 4,51 persen (c-to-c) pada tahun 2023, relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, ekonomi Sulsel masih tumbuh 5,09 persen, namun sudah berada di bawah pertumbuhan ekonomi Nasional. Kondisi ini, untuk pertama kalinya terjadi sedikitnya dalam 20 tahun terakhir. Kecenderungan ini terus berlanjut di tahun 2023, dimana laju pertumbuhan ekonomi Sulsel kembali berada di bawah angka Nasional (5,05%). Dengan demikian, sudah dua tahun berturut-turut, laju pertumbuhan ekonomi Sulsel berada di bawah angka Nasional. Situasi ini benar-benar menjadi alarm bahaya bagi perekonomian Sulsel. Bagaimanapun, Sulsel membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang lebih akseleratif agar dapat mencapai kemajuan ekonomi yang setara dengan rata-rata Nasional.
Jika ditelusuri lebih ke belakang, sinyal terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi sesungguhnya sudah terjadi sebelum pandemi Covid-19. Pada tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Sulsel masih mencatat angka 7,42 persen. Angka ini terus melorot di tahun-tahun berikutnya: 7,23 persen (2017), lalu 7,07 persen (2018), dan kemudian 6,92 persen (2019). Puncaknya, pada tahun 2020, saat terjadi hantaman pandemi Covid-19, ekonomi Sulsel mengalami kontraksi hingga -0,70 persen, namun masih relatif lebih baik dibanding Nasional. Di tahun berikutnya, seiring dengan menurunnya intensitas Covid-19, proses pemulihan ekonomi Sulsel berjalan dengan baik, dimana ekonomi tumbuh 4,64 persen, jauh di atas pertumbuhan ekonomi Nasional (3,69%). Di tahun 2022, meskipun ekonomi Sulsel tetap tumbuh cukup kuat (5,09%), akan tetapi sudah lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional (5,31%).
Di akhir tahun 2023, saat memberikan Outlook Ekonomi Sulsel pada kegiatan Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPELITBANGDA) Sulsel, tanggal 11 Desember 2023, di Hotel Royal Bay Makassar, Saya sudah mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Sulsel bakal kembali melambat. Prediksi ini didasarkan pada fakta bahwa selama dua triwulan berturut-turut (triwulan II dan III tahun 2023), pertumbuhan ekonomi Sulsel kembali berada di bawah angka Nasional. Prediksi ini terbukti benar, bukan hanya lebih rendah dari angka Nasional, tetapi juga lebih lambat dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan IV-2023 yang hanya tumbuh 3,79 persen (y-on-y) — angka terendah sedikitnya dalam delapan triwulan terakhir —turut memperburuk kinerja ekonomi Sulsel di tahun 2023. Secara q-to-q, pertumbuhan ekonomi Sulsel di triwulan IV-2023 yang mengalami kontraksi hingga -1,47 persen, juga diluar kebiasaan, mengingat adanya perayaan hari besar di Bulan Desember, yaitu Natal dan Tahun Baru, yang biasanya memicu kenaikan konsumsi rumah tangga. Melemahnya konsumsi rumah tangga di triwulan IV-2023 boleh jadi terkait dengan kenaikan harga bahan bakar migas (BBM) pada Bulan Oktober 2023, yang memicu efek lanjutan berupa kenaikan barang dan jasa.
Penyebab Terjadinya Perlambatan
Di sisi lapangan usaha, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel pada tahun 2023 terutama dikontribusi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Pada tahun 2023, sektor ini hanya mampu tumbuh 0,09 persen (y-on-y). Sektor ini terus menunjukkan perlambatan pertumbuhan sejak tahun 2017. Bahkan pada triwulan III dan IV tahun 2023, sektor ini mengalami kontraksi, masing-masing -0,10 persen dan -2,79 persen. Secara rata-rata, sejak tahun 2017, pertumbuhan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan berada di bawah pertumbuhan ekonomi Sulsel. Padahal sektor ini masih menjadi penopang utama atau penyumbang terbesar terhadap pembentukan PDRB Sulsel, yaitu mencapai 21,69 persen (2023). Menurunnya kinerja sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan akibat dua sub-sektor utamanya, yaitu tanaman perkebunan dan tanaman pangan, menunjukkan pelemahan. Padahal kedua sub-sektor ini menyumbang hampir setengah terhadap penciptaan nilai tambah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan. Cuaca yang ekstrem, hantaman banjir di awal tahun, dan Elnino yang berkepanjangan, membuat sejumlah komoditas pertanian mengalami penurunan produksi.
Penyebab lainnya adalah sektor industri pengolahan yang juga mengalami perlambatan. Pada tahun 2023, sektor ini hanya tumbuh masing-masing 4,26 persen. Padahal sektor ini menjadi penyumbang keempat terbesar bagi perekonomian Sulsel. Dalam tiga tahun terakhir, sektor industri pengolahan juga tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi Sulsel. Sektor ini tampak mengalami stagnasi, bahkan kontribusinya terhadap PDRB menunjukkan tren menurun. Perlambatan sektor industri pengolahan terjadi akibat tidak adanya diversifikasi industri, kurang berkembangnya hilirisasi industri, dan lambatnya pertumbuhan industri kreatif.
Di sisi pengeluaran, melambatnya pertumbuhan ekonomi Sulsel tahun 2023 disebabkan oleh melambatnya hampir seluruh komponen pengeluaran. Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT) misalnya, hanya tumbuh 4,30 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya (6,04%). Padahal komponen ini menyumbang lebih dari setengah terhadap pembentukan PDRB. Itu sebabnya, ketika pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh pada level yang rendah, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel sangat signifikan. Melambatnya PKRT tampaknya masih tetap berasosiasi dengan masih lemahnya daya beli masyarakat akibat tekanan inflasi bahan kebutuhan pokok.
Komponen pengeluaran lainnya, seperti pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi, yang menyumbang hampir 38 persen terhadap PDRB, juga hanya mampu tumbuh 4,61 persen, sehingga tidak memberi daya ungkit terhadap kinerja pertumbuhan ekonomi. Meskipun pertumbuhan investasi tahun 2023 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, namun investasi diharapkan dapat tumbuh lebih kuat sebagai motor penggerak pertumbuhan. Pertumbuhan investasi yang tetap melandai di bawah 5 persen, terhambat oleh kenaikan suka bunga beberapa kali sepanjang tahun 2023.
Selain itu, komponen ekspor juga memberi tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Sulsel. Selama tahun 2023, ekspor mengalami kontraksi sebesar -0,80 persen, padahal di tahun sebelumnya, ekspor bertumbuh sangat kuat di angka 33,12 persen. Situasi ini tidak terlepas dari menurunnya nilai ekspor beberapa komoditas unggulan Sulsel, seperti biji-bijian berminyak, lak, getah, dan damar. Demikian pula, pengeluaran konsumsi pemerintah yang hanya tumbuh 0,49 persen pada tahun 2023. Bahkan pada triwulan IV-2023, konsumsi pemerintah mengalami kontraksi -3,44 persen, yang sesungguhnya hal ini diluar kelaziman, mengingat belanja pemerintah selama ini biasanya menumpuk di akhir tahun.
Satu-satunya komponen pengeluaran yang tumbuh cukup kuat adalah pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), yang tumbuh 8,83 persen (y-on-y). Peningkatan LNPRT ini dipicu oleh belanja partai politik dalam Pemilihan Presiden/Wakil Presiden dan Pemilihan Anggota Legislatif. Meski demikian, komponen ini tidak memberi daya ungkit yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi karena share-nya terhadap PDRB yang relatif kecil, yaitu hanya sekitar 1,60 persen.
Apa yang Harus Dilakukan
Bagi Sulsel, sektor pertanian tetap memegang peranan penting untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Pemerintah Sulsel perlu memastikan kontinuitas produksi sektor pertanian (dalam arti luas) dengan berfokus pada upaya: (1) menjaga ketersediaan pasokan prasarana produksi (benih, pupuk, dll.); (2) memelihara dan memperluas sarana pertanian, terutama jaringan irigasi; (3) menjaga indeks pertanaman dan mengembangkan lahan super intensif; (4) mengkombinasikan upaya on farm dan off farm untuk mendorong peningkatan nilai tambah di sektor pertanian; (5) meningkatkan produktivitas komoditas unggulan yang diusahakan secara luas oleh masyarakat;dan (6) stabilisasi harga di tengah menurunnya permintaan akibat merosotnya daya beli masyarakat.
Namun untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang persisten dalam jangka panjang, tidak ada pilihan lain kecuali mendorong transformasi ekonomi, yaitu dengan menggeser perekonomian dari ketergantungan pada sumberdaya alam (sektor primer) menjadi daya saing manufaktur dengan nilai tambah tinggi (sektor sekunder). Strategi industrialisasi berbasis luas perlu dipersiapkan dengan menciptakan ekosistem industri yang kondusif, termasuk pengembangan investasi di sektor manufaktur, penurunan suku bunga riil, peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, pengembangan sumber energi murah dan ramah lingkungan, perluasan pasar ekspor, dan pemanfaatan teknologi dalam proses produksi dan pemasaran.
Di sisi pengeluaran, pemerintah daerah perlu memperkuat daya beli masyarakat dengan terus menjaga inflasi tetap berada di kisaran 2-3 persen. Pemerintah daerah bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) perlu memberi perhatian terhadap harga bahan makanan yang masih mencatat tingkat inflasi paling tinggi dan terus memantau pasokan dan distribusi barang yang di konsumsi secara luas oleh masyarakat. Selain itu, terkait dengan upaya meningkatkan konsumsi pemerintah, pemerintah daerah perlu terus memastikan daya serap anggaran dengan tetap memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengalokasian anggaran, sambil memprioritaskan anggaran yang potensial mendorong perekonomian daerah. Pada saat yang sama, pemerintah Sulsel perlu terus merangsang dan mendorong ekspor komoditas dan penanaman modal, melalui dukungan kebijakan yang tepat, peraturan dan regulasi yang jelas, merintis kerjasama perdagangan dan investasi yang lebih intens, pelayanan usaha yang cepat dan murah, dan sebagainya.
0 comments:
Posting Komentar